Bogor (EB) - Wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis yang di canangkan pemerintah Indonesia di harapkan mampu menjawab semua permasalahan ditengah carut marutnya dunia pendidikan, dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang di gelontorkan pemerintah untuk mengurangi beban orang tua murid dalam rangka mengurangi anak putus sekolah untuk mencapai tujuan akhir yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang - Undang No: 2 tahun 1989 tentang stern pendidikan nasional, yang kemudian lebih dipertegas lagi di dalam Undang-Undang RI No: 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang pada pasal 34 sebagai berukut:
Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.
Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sudah jatuh tertimpa pula, itulah yang dikatakan Nur (warga cigudeg) berprofesi sebagai penjual sayuran keliling, beban hidup dengan empat orang anak yang masih duduk dibangku sekolah SD, MTS dan SMK, membuat dirinya dan suami kerja keras untuk bisa menutupi semua kebutuhannya terutama biaya pendidikan.
“Menyekolahkan anak merupakan suatu kewajiban bagi saya, keinginan menyekolahkan anak ke sekolah negeri tidak kesampaian dengan terpaksa saya sekolahkan anak saya ke sekolah swasta alasannya kenapa ingin ke sekolah negeri karena biaya sekolah negeri lebih murah dari pada sekolah swasta,” ujar Nur
Ditengah-tengah semua harga kebutuhan pokok melonjak naik, biaya sekolah anak juga meningkat terutama di akhir tahun dan awal tahun ajaran.
“Bulan kemarin saja untuk bayaran ujian dan perpisahan anak pertama yang duduk di SMK sebesar 1 juta lebih, sementara anak nomor dua yang duduk di kelas 7 MTS Al Muhajirin Cigudeg juga harus bayar sekitar 3ratus ribuaan, ditambah lagi nanti pas masuk tahun ajaran baru harus bayar daftar ulang, katanya sih untuk sekolah tingkat SD dan SMP/MTS gratis ada BOS, tapi kenapa masih ada pungutan?” keluhnya.
Pendapatan dari hasil jual sayuran keliling tak pernah meningkat, profesi suami sebagai buruh bangunan yang tak menentu membuat Nur terpanggil untuk membantu pendapatan suami agar dapat menyekolahkan anak.
Mendapat Bantuan Langsung Sementara Miskin (BLSM) tak membuatnya malas untuk bekerja keras demi menutupi kebutuhan hidup, himpitan ekonomi yang mendera keluarganya Ia paksakan untuk terus menyekolahkan anak karena menurutnya pendidikan itu sangat penting sebagai bekal hidup anak-anaknya kelak.
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) yang diberikan pemerintah untuk anak kurang mampu sedikitnya dapat mengurangi beban hidup, “namun sayang anak saya yang sekolah di MTS dan SMK tidak mendapatkan BSM, padahal pada tahun 2013 yang lalu pihak sekolah sudah meminta data berupa Kartu Keluarga dan KTP untuk diajukan menjadi penerima Bantuan Siswa miskin (BSM) tapi sampai saat ini BSM tersebut belum cair juga, menurut anak saya sih sebagian murid sudah ada yang dapat BSM tersebut kalau anak saya belum pernah mendapatkan BSM itu,” katanya.
Senada, dikatakan Isti orang tua murid Mts Al-Muhajirin Cigudeg, ia mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan disekolah swasta bagi pedagang gorengan seperti dirinya. Tak jauh beda dengan Nur, Isti pun merasakan hal yang sama tentang mahalnya biaya pendidikan di sekolah swasta seperti Mts Al-Muhajirin.
“Saat ini anak saya bersekolah di Mts Al-Muhajirin kelas IX, namun sekarang ini saya lagi bingung, karena belum bisa melunasi bayaran ujian dan Perpisahan sejumlah 450ribu rupiah, ketidak mampuan saya membayar, membuat anak saya minder di tambah ada rasa ketakutan akan di tahannya Ijazah anak saya karena belum melunasi bayaran tersebut, jika harus dipaksakan melunasinya sekarang saya tidak mampu, saya hanya bisa pasrah saja.” keluh nya.
Mengomentari keluhan orang tua tersebut, Asdan salah seorang guru yang telah mengabdikan diri selama kurang lebih 20 tahun di sekolah swasta beberapa waktu yang lalu mengatakan, bukan hanya sekolah swasta yang melakukan pungutan, sekolah negeri pun sama, selain dari dana Bos gaji guru disini dari uang bayaran siswa dan dinas itu tidak pernah gaji guru kita (guru swasta -red.).
“logikanya begini, jangan sok begitulah, sekolah negeri saja kenapa masih dipungut bayaran ? bahkan SPP nya lebih mahal dari sekolah swasta, belum lagi biaya masuknya lebih tinggi dari swasta, tapi hebatnya Dinas berdiam diri ketika sekolah Negeri mungut biaya yang sangat besar.” pungkas Asdan. (dun2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar