Bogor (EB)
Malang benar nasib Reza Ardian (18), keinginannya membantu perekonomian orang tua harus terjegal karena tidak memiliki Ijazah, padahal lowongan kerja sudah terbuka lebar dihadapannya.
Reza (panggilan singkat –red) adalah salah satu siswa SMK Pandu yang telah dinyatakan lulus pada tahun ajaran 2012/2013, namun hingga kini dia belum pernah melihat seperti apa nilai yang ada di Ijazahnya, jangankan melihat, pembubuhan sidik jari pun yang biasa dilakukan siswa jika sudah dinyatakan lulus belum dia lakukan, hal ini di karenakan Reza masih mempunyai tunggakan administrasi sekolah.
Dengan wajah murung Reza menuturkan, “sebenarnya setelah lulus sekolah saya ingin sekali bekerja untuk membantu orang tua, tapi apa daya Ijazah saya masih di tahan oleh sekolah karena belum melunasi bayaran sekolah, beberapa waktu yang lalu saya bersama orang tua sudah mendatangi sekolah dan meminta kebijaksanaan agar memberikan photo copy ijazah, dengan konsekuensi kami bersedia membuat pernyataan diatas materai untuk sesegera mungkin melunasi sisa pembayaran tersebut, tapi apa daya pihak sekolah tetap saja bersikukuh menahan dan tidak mau memberikannya,” ujar Reza sedih.
Asdan Noor staf guru bagian kesiswaan SMK Pandu saat dikonfirmasi terkait hal tersebut oleh EB disekolahnya (13/03) mengatakan bahwa sejak tahun 1988 sudah banyak ijazah yang menumpuk di sekolah.
“pengalaman kami dari tahun 1988, walau pun orang tua siswa sudah membuat perjanjian diatas materai namun tetap saja tidak ada jaminan pembayaran yang dilakukan, apa lagi setelah mereka mendapatkan photo copy ijazah tersebut. Yang lebih parahnya lagi sudah sukses dia boro-boro ingat kita, itu yang pernah kami alami.
Semua kebijakan itu lanjut Asdan Noor, berdasarkan pengalaman, dan tidak mungkin kebijakan itu merugikan siswa, “yang jelas pengalaman itu merugikan kita (pihak sekolah -red). Semua hanya omong kosong belaka, ada yang mengaku-ngaku mamang/paman atau saudaranya seorang anggota tentara datang meminta kebijakan dengan membuat pernyataan diatas materai, repot juga kita nuntut-nuntut tiap hari. Sebetulnya cukup besar resiko kami menahan ijazah itu, karena dikhawatirkan terjadi kebakaran atau kebanjiran di sekolah, tapi jika kami berikan begitu saja, orang itu jadi tidak tahu diri,” lanjutnya.
Ketika ditanya tentang aturan terkait pelarangan menahan ijazah, Asdan mengatakan bahwa guru-guru kami bukan di gaji oleh Dinas Pendidikan.
“Gaji guru disini dari uang bayaran siswa, logikanya begini Dinas itu jangan sok begitulah, sekolah negeri saja kenapa masih memungut bayaran! bahkan SPP dan DSP nya lebih mahal dibandingkan sekolah swasta, tapi hebatnya Dinas berdiam diri ketika sekolah Negeri memungut biaya yang sangat besar,”
- sindir Asdan.
Staf Kesiswaan itu menambahkan, terkait kebijakan sekolah mengenai penahanan ijazah, sekolah ini sudah memberikan kebijakan sampai siswa tersebut ikut ujian meski pun belum dapat melunasi biaya administrasinya.
“Bagi siswa yang sudah dinyatakan lulus, jika ingin mengambil ijazah harus melunasi semua pembayarannya terlebih dulu. Karena pihak sekolah tidak akan memberikannya, walaupun hanya photo copynya. Waktu itu sempat ada komplain dari salah seorang anggota Dewan dan juga wartawan yang mempertanyakan alasan penahanan ijazah, salah satu anggota Dewan tersebut mempertanyakan ijazah keponakannya yang ditahan, saya marah-marahi, apakah pernah dia membiayai ketika keponakannya tersebut sekolah, bahkan ketika saya tanya kapan BOS untuk SMK di berikan, dia tidak tahu, ironis sekali,” kata Asdan.
Saat ditanya oknum anggota dewan itu dari mana?, Asdan mengatakan “yang jelas anggota dewan kabupaten Bogor,” ungkap Asdan seraya menanyakan apakah ucapannya di rekam oleh wartawan EB.
(Supriatna/Dun2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar